Percakapan Singkat
Kamu duduk di bangku halte sebelah kiri sambil mengisap rokok kretek yang terselip di antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kirimu. Tidak lama setelahnya, kamu menghembuskan asap buangan rokok ke udara. Dua kegiatan itu sudah kamu lakukan berulang kali, entah kali ini sudah masuk hitungan ke berapa.
Kamu melihat batang rokok di tanganmu. Kondisinya sudah jauh lebih kerdil ketimbang saat pertama kali dikeluarkan dari kotaknya. Dijatuhkan benda itu olehmu kemudian diinjak menggunakan kaki beralaskan sepatu hingga api di salah satu ujung batang padam. Saat sedang memperhatikan asap sisa yang keluar dari puntung, tiba-tiba kamu teringat sesuatu yang ingin dilakukan. Kamu mulai merogoh saku celana sebelah kanan, mengambil dompet kulit dari sana, kemudian mengambil semua uang koin yang ada di dalam dompet. Hasilnya: kamu dapat dua keping koin pecahan dua ratus serta dua keping lainnya bernilai nominal seratus.
Selesai mengembalikan dompet ke tempat semula maka beranjaklah kamu dari tempat duduk meninggalkan satu pemuda beserta dua pemudi yang sedang duduk di bangku tengah sambil asyik mengobrol. Kedua kakimu berjalan lima langkah hingga akhirnya sampai di depan telepon umum. Tangan kananmu mengangkat gagang telepon dari tempatnya. Sementara tangan kirimu yang sedang menggenggam empat keping koin mulai memunculkan sekeping di antara ibu jari dan telunjuk. Koin yang muncul kamu dorong masuk ke dalam lubang kecil di sebelah kanan bawah box telepon. Dengan cepat tangan kirimu menekan sepuluh digit nomor.
Tuttt…. Tuttt…. Tuttt….
Sambil menunggu panggilan tersambung kamu menyempatkan diri untuk melihat-lihat bagian dalam dari atap telepon umum yang berisi banyak tulisan serta gambar. Di sebelah kiri kamu melihat tulisan ‘KORUPTOR TAI ANJINGGG!!!’ berukuran sedang yang ditulis menggunakan spidol hitam. Tidak jauh dari tulisan itu ada tulisan ‘RIKA’ kemudian di bawahnya ada gambar bentuk hati kemudian di bawahnya lagi ada tulisan ‘ARYO’. Semuanya ditulis menggunakan cairan pengoreksi. Meski masih banyak tulisan lain di sebelah kiri, kamu memilih beralih melihat sisi kanan. Hal yang pertama kamu lihat adalah gambar alat kelamin pria lengkap dengan garis-garis peluru yang digambar melayang di dekat pangkal kelamin. Ukuran gambar itu cukup besar dibanding gambar lainnya. Di bagian serong kiri bawah dari gambar tadi terdapat tulisan kecil ‘MAU KENCAN DENGANKU? HUBUNGI’ beserta di bawahnya terdapat dua belas digit nomor.
Belum sempat melihat tulisan atau gambar yang lain, telepon sudah tersambung. Fokusmu sepenuhnya berada pada lubang suara pada gagang telepon yang menempel di telingamu.
“Halo? Assalamu’alakum,” suara perempuan dewasa dari ujung sana membuka pembicaraan.
“Wa’alaikumussalam. Ini aku,” balasmu.
“Iya, kenapa nelepon?”
Si penjawab telepon barusan tidak lain tidak bukan adalah istrimu. Perempuan itu bicara mengenai apa yang terjadi hari ini setelah kamu menanyakan itu. Saat istrimu bicara, sayup-sayup juga terdengar suara anakmu. Entah anakmu bicara apa. Tidak terdengar jelas olehmu. Seperti biasa, kamu tersenyum lebat tanda senang setelah mendengar suara istri dan anakmu.
“Iya, sebentar, Sayang,” ucap istrimu yang ditujukan kepada anakmu.
“Mmm…. Kamu udah masak buat makan malam?”
“Belum, biasanya kan abis magrib baru masak. Emang kenapa?”
“Nggak apa-apa. Hari ini kamu nggak usah masak makan malam, aku mau ngajak kamu sama Nadia makan di luar.”
“Ya udah, oke.”
Suara yang menandakan durasi telepon sudah hampir habis mulai terdengar. Tangan kananmu kembali memunculkan satu keping dari dalam genggaman kemudian memasukkannya ke lubang.
“Kita makan di restoran di dekat jalan raya depan ya,” katamu mantap, “Yang bulan kemarin baru buka itu,”
“Hah? Bukannya di sana mahal-mahal makanannya?” tanya istrimu dengan nada ragu, “Mending di nasi kucing Bu Atin aja, kayak biasa. Murah meriah.”
“Di restoran itu aja. Biarin mahal, sekali-sekali.”
“Takut gak cukup duitnya. Aku megang duit dikit doang.”
“Tenang, aku baru gajian. Habis itu aku juga dapat tambahan dari si Bos, gara-gara kemarin-kemarin aku sering lembur.”
Selama beberapa saat tidak ada jawaban dari ujung sana.
“Tenang, cukup kok uangnya. Sekali-kali mah nggak apa-apa,” katamu kembali meyakinkan, “Biar rayain Nadia udah masuk SD sekarang.”
“Umm… Ya udah. Ini kamu sekarang di mana? Masih di pabrik?”
“Udah mau pulang. Ini lagi di halte.”
“Oh ya udah. Hati-hati pulangnya.”
“Oke."
“Nadia daritadi mau ngomong nih.”
“Mana orangnya?”
“Halo, Ayah,” sapa anakmu dengan suara melengking.
“Halo, Cantik.”
Wajahmu begitu bahagia ketika menyapa anakmu.
“Ayah, emang nanti malam kita mau makan di restoran gede itu?”
“Iya.”
“ASYIIIIIKKK,” jerit Nadia kegirangan.
Kamu kembali tersenyum lebar, kemudian tertawa kecil.
"Kamu udah mandi belum?"
"Belum, Yah."
"Cepetan mandi. Biar kita langsung ke sana kalo ayah udah sampai.”
Suara durasi habis kembali terdengar. Kamu kembali memasukkan sekeping koin.
“Iya aku langsung mandi habis ini. Ayah juga cepetan pulangnya.”
“Iya, ini lagi jalan pulang.”
Kamu melihat sekilas bis dalam kota berwarna hijau dan putih berhenti kemudian kepalamu sedikit melongok keluar atap telepon umum. Selesai kamu fokus ke nomor dan trayek di kaca depan baru kamu tahu kalau bis itu tidak menuju arah rumahmu. Kepalamu kembali ke posisi semula.
“Ya udah, Yah. Dadah.”
“Dadah,” katamu sambil menggerakkan tangan ke kanan lalu ke kiri lalu kembali ke kanan secara berulang.
“Jadinya kita makan enak ya malam ini,” suara beralih kembali menjadi suara istrimu.
“Iya.”
“Sip. Udah dulu ya, aku mau beres-beres rumah. Hati-hati pulangnya.”
“Oke. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.”
Kamu menutup telepon dengan cara menaruh gagang telepon di tempat semula. Senyum lebar lagi-lagi muncul di bibirmu. Beberapa detik kemudian senyum lebar mulai reda, bibirmu kembali ke bentuk semula. Selesai memasukkan sisa koin ke dalam saku celana, kamu kembali berjalan lima langkah menuju bangku halte sebelah kiri kemudian kembali ambil duduk di sana. Kali ini tanpa kehadiran dua pemudi dan satu pemuda yang duduk di bangku tengah. Namun kini ada dua orang laki-laki yang kamu kira seumuran denganmu duduk di bangku halte sebelah kanan. Kamu melihat-lihat ke arah jalan, mencari bis dalam kota yang belum kunjung datang. Kamu sudah tidak sabar ingin pulang.
Komentar
Posting Komentar