Rahasia Semesta
Dengan terburu-buru, Jim memasukkan beberapa kertas dokumen di sebuah map ke dalam ransel besar miliknya. Bersamaan dengan itu, Anna datang menghampiri.
“Sudah semua belum? Dicek lagi takutnya ada yang ketinggalan,” tutur Anna.
“Sudah, kok. Lengkap semua.”
Jim menutup kembali ritsleting lantas menggendongnya lalu berjalan dengan langkah cepat melewati beberapa ruangan untuk kemudian sampai di ambang pintu keluar. Anna pun mengikuti di belakangnya. Dalam perjalanan dari kamar mereka menuju pintu utama, beberapa kali Anna menuturkan kalimat pengingat semacam, jangan lupa makan yang rutin, selalu jaga kesehatan, selalu berhati-hati, jangan lupa selalu mengabariku. Pria itu mengiyakan ucapan puannya dengan acuh tak acuh. Kini keduanya saling melempar tatap.
“Hati-hati, ya. Sering-sering kasih kabar,” Anna mengulangi perkataannya.
“Iya,” jawab Jim. Dan kali ini diiringi senyum penuh makna.
“Kalau kamu pulang nanti, aku akan bikinin pie ceri kesukaan kamu,” ucap Anna penuh semangat.
“Wah, aku jadi nggak sabar mau balik ke sini lagi.”
Anna sedikit menyeringai. Tampak giginya putihnya berbaris. Agaknya gigi itu lebih cerah dari manusia lain.
“Aku harus berangkat sekarang,” Jim mengecek arloji di lengan kirinya, “Waktunya sempit.”
“Sebelum kamu pergi untuk waktu lama, boleh aku dapat cium?”
Anggukan kepala Jim mengisyaratkan lampu hijau. Anna kelihatan senang. Jim menempelkan bibir tipisnya di kening Anna selama beberapa saat.
“Aku akan merindukanmu, sayang.”
“Aku juga akan merindukanmu.”
“Dia juga akan merindukanmu,” Anna mengusap-usap lembut perutnya.
Jim mengubah posisi tubuh dari yang tadinya berdiri menjadi berlutut. Kini wajahnya sejajar dengan perut Anna yang menggembung seperti bola. Dia melakukan hal serupa seperti yang dibuatnya pada kening Anna. Sebuah ciuman yang lekat dan hangat. Hangat sekali.
“Aku juga akan merindukanmu, anakku.”
“Saat kau pulang, mungkin dia sudah lahir.”
“Atau mungkin sudah merangkak dan mengucapkan kata pertamanya.”
“Oh, aku tidak sabar.”
Anna dan Jim saling mengenal kala mereka berdua duduk di bangku sekolah menengah atas. Waktu itu, Jim yang duduk di kelas dua sedang membela sekolah mereka dalam lomba basket tingkat kota. Para suporter dari kedua sekolah datang memenuhi gelanggang, termasuk Anna yang berada di tahun pertama. Teman-teman perempuan Anna mengatakan bahwa mereka begitu menyukai sosok Mikha, kapten tim basket sekolah Anna dan Jim yang terkenal akan ketampanannya. Anna pun mengakui kalau sang kapten rupawan. Hanya saja, dia lebih tertarik kepada Jim. Walau tidak setampan Mikha, tapi Jim terlihat lebih berkharisma dibandingkan Mikha atau laki-laki lain di usia yang sama. Setidaknya itu yang ada di benak Anna.
Suatu hari saat bel pulang sekolah telah berbunyi dan mayoritas siswa sudah minggat keluar gerbang, Anna masih berada di sana tepatnya di lapangan. Di bawah teriknya matahari dia mondar-mandir sambil terus melihat ke bawah dengan ekspresi cemas. Karena tidak memperhatikan jalan di hadapannya, dia pun tidak sadar bahwa ada manusia di depan dan menabraknya.
“Aduhhh…” ujar Anna sambil mengusap-usap kepalanya yang kesakitan.
Ketika dia menaikkan pandang, betapa terkejutnya bahwa seseorang itu adalah Jim. Mereka tidak pernah berinteraksi langsung sebelumnya, jadi wajar saja Anna kaget.
“Lagi cari sesuatu, ya?”
“Mmm… I- Iya. Kalung saya hilang habis jam pelajaran olahraga. Ini lagi dicari.”
“Kalung yang ini maksudnya?” Jim mengacungkan sebuah kalung tipis berwarna putih.
Anna menatap kalung itu lalu terbelalak, “Ah, ini dia. Akhirnya ketemu juga.”
Jim menyerahkan kalung itu pada Anna, ”Tadi saya nemu ini di pinggir lapangan.”
“Terima kasih. Terima kasih.”
Saat itu Anna dan Jim sama-sama tidak sadar bahwa momen itu merupakan titik awal dari sebuah perjalanan romansa yang panjang. Sejak saat itu mereka saling kenal. Hari demi hari berlalu dan mereka semakin dekat akibat kerap menghabiskan waktu senang-senang bersama. Mereka sering pergi ke pusat perbelanjaan, bioskop, taman kota, pasar malam, taman bermain, kolam renang umum, bukit, festival, makan es krim, makan di restoran Jepang, dan masih banyak lagi. Anna menduga bahwa Jim juga tertarik kepadanya. Sebab seringkali pria itu memberi perhatian yang lebih, seperti mengelap sekitar bibirnya yang belepotan oleh es krim, mengajak saling suap-suapan ketika makan sushi, dan mengajak pegangan tangan di bioskop dengan alasan biar tidak kedinginan. Benar saja, beberapa bulan kemudian sejak pertemuan pertama mereka di lapangan sekolah, Jim menyatakan perasaannya.
“Maukah kamu jadi pacarku?”
“Mmm… M- Mau.”
Setelahnya sama saja. Mereka menghabiskan waktu senang-senang bersama selama sisa masa SMA. Bedanya, mereka sudah resmi berpacaran. Mereka teramat bergembira atas hal itu dan turut merayakan sejumlah pencapaian bersama-sama. Anna turut gembira ketika Jim dan tim basket sekolah berhasil menjuarai piala walikota. Jim turut riang kala Anna menempati peringkat sembilan dari satu angkatan mengenai kelulusan. Anna turut bahagia ketika Jim lolos seleksi masuk ke satuan tentara. Jim turut sukacita kala Anna mendapat beasiswa penuh untuk kuliah di salah satu universitas jurusan kuliner.
Anna yang sibuk kuliah lalu setelahnya bekerja di restoran di sebuah hotel bintang lima membuatnya jarang bertemu dengan Jim yang sibuk sekolah militer lalu setelahnya mulai bertugas sebagai tentara. Dalam setahun, hanya belasan kali saja mereka bisa berkencan. Sebab di saat Anna sedang luang di situlah Jim sibuk. Hal itu berlaku sebaliknya. Meski begitu, hubungan asmara mereka masih erat. Sampailah ke suatu malam sekitar satu tahun lalu. Saat itu, mereka sedang ada kesempatan untuk berkencan. Tiba-tiba saja Jim memberi cincin emas dan melamarnya. Anna tentu terkejut. Meski dia menduga peristiwa ini akan terjadi, tapi tidak pernah ada dalam pikirannya bahwa terjadi di malam itu. Rasa terkejut itu datang beriringan dengan rasa bahagia. Anna menerima lamaran itu.
Tidak lama kemudian mereka melangsungkan pernikahan. Kehidupan rumah tangga mereka seperti pada umumnya. Bahagia tapi ada sedikit cek-coknya. Tapi sejauh ini mereka bisa mengatasi perdebatan dengan baik. Anna selalu tertawa tiap kali Jim melontarkan lelucon-lelucon garing saat dia sedang memasak sarapan. Bukan karena leluconnya, tetapi lebih kepada melihat Jim memunculkan ekspresi kecewa karena tidak ada gelak tawa dari audiens. Atas dasar itu saja, dia bahagia menikah dengan Jim. Tentu masih banyak hal bahagia lain, salah satunya kehamilan anak pertama yang sudah dinanti-nanti. Kini Anna sedang hamil empat bulan. Agar bisa fokus menjaga janinnya, dia memilih keluar dari pekerjaan di restoran hotel dan kemudian bantu-bantu di restoran steak milik orangtuanya. Anna ingat saat pertama kali tahu bahwa dirinya hamil dia tersenyum lebar lalu segera mengabari Jim yang langsung berjingkrak kegirangan di markas militer begitu mendengarnya. Sesaat lagi Jim akan pergi ke sebuah negara yang jauh di sana, sebuah negara yang sedang dilanda perang untuk bertugas sebagai bagian dari pasukan perdamaian. Tentu pekerjaan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
“Aku benar-benar harus pergi sekarang.”
Jim bergegas pergi tapi langkahnya terhenti begitu Anna memanggil namanya dengan lembut. Dia berbalik badan.
“Apa lagi?”
“Peluk aku. Aku mohon.”
Jim menghampiri Anna lalu memeluknya. Sebuah pelukan yang lekat dan hangat. Di tengah pelukan, pandangan Jim sekilas terfokus pada kalung yang dikenakan Anna. Sebuah kalung tipis berwarna putih. Kalung yang sama dengan waktu itu. Begitu acara peluk-pelukan usai, Jim bersama bayangannya pergi menghilang dari pandangan Anna.
Ini pertama kalinya Anna ditinggal oleh Jim untuk waktu yang lama. Dia tahu bahwa dirinya akan sangat teramat merindu suaminya ketika sudah lama berada di kejauhan sana. Tapi yang dia tidak tahu, satu bulan dari sekarang kepala Jim akan tertembak oleh senjata milik kelompok pemberontak saat pasukan perdamaian sedang berperang melawan kelompok tersebut. Sebuah peluru berhasil menyasar menembus kepalanya hingga membuatnya tidak berbentuk layaknya kepala. Seketika Jim hilang kesadaran. Darah segar mengalir deras. Begitu deras. Sangat deras. Jim gugur di medan perang.
Komentar
Posting Komentar