[14DWC - Day 2] Petó Makriá
Sejak kecil aku takjub sekali dengan burung. Alasannya sesederhana gara-gara mereka bisa terbang. Mereka bisa bebas pergi sejauh mungkin ke tempat manapun yang mereka mau—kecuali yang bernasib sial dengan terkurung dalam sangkar di depan rumah warga atau toko burung. Aku berpikir agaknya menarik apabila dapat hidup di atas sana. Memandang dunia menjadi lebih luas merupakan sebuah keniscayaan. Suhu udara yang lebih sejuk pun demikian. Aku suka dingin. Aku ingin menjadi burung.
Suatu hari saat masih duduk di bangku taman kanak-kanak, aku memandangi kawanan burung sedang terbang lewat jendela kelas dan seketika aku terkesima. Di hari yang sama tepatnya saat perjalanan pulang sekolah, tepat di bawah sang surya yang kian meninggi aku mengutarakan keinginanku kepada bunda.
“Bun, aku pengin, deh, jadi burung.”
“Burung?” beliau terheran-heran.
“Iya, burung,” balasku yakin, “Burung apa aja terserah. Asal jangan burung yang dikurung di sangkar kayak yang ada di depan rumah Pak RT.”
“Kenapa pengin jadi burung?”
“Biar bisa terbang, lah. Dia, kan, punya sayap. Sekarang aku nggak punya sayap, makanya pengin jadi burung.”
Bunda tertawa kecil, “Nggak bisa begitu, dong. Kamu, kan, manusia.”
“Loh? Emang manusia nggak bisa jadi burung?” tanyaku dengan nada protes.
“Ya nggak, lah,” respons bunda dengan menyisakan sedikit tawa sebelumnya, “Kamu jangan suka ngayal, deh. Aneh-aneh aja.”
Jawaban bunda tentu membuatku kecewa. Keinginanku pupus begitu saja. Saat itu aku merasa seperti kehilangan arah. Rasanya gundah sekali bila hidup tanpa keinginan, macam peribahasa hidup segan mati pun tak mau. Untungnya kegelisahan itu tidak bertahan lama, sebab setibanya kami di rumah timbul keinginan baru dalam benak: menonton acara kartun Ninja Hattori.
Semenjak hari itu aku mulai menjalani kehidupan dengan memegang kepercayaan bahwa aku tidak akan bisa terbang. Hari demi hari. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Kini sudah lebih dari tiga puluh tahun berlalu, tiba-tiba saja pemikiranku berubah soal ini. Dari beberapa bulan lalu aku kembali meyakini bahwa sebenarnya aku mampu berubah jadi burung dan bisa terbang. Ucapan bunda waktu itu adalah sebuah kebohongan. Entah mengapa beliau berbuat begitu. Mungkin beliau khawatir aku terbang terlalu jauh dari sisinya. Atau mungkin beliau khawatir aku terjatuh saat berada di udara lalu kesakitan.
Tapi aku benar-benar ingin terbang sekarang. Sampai-sampai sudah tidak peduli lagi terhadap apapun yang dikhawatirkan oleh bunda. Kini aku sudah berada di balkon apartemenku. Sedang duduk di kursi rotan sambil memandangi beberapa kawanan burung yang melintas. Rasanya sudah tidak sabar ingin melangsungkan kegiatan terbang pertamaku.
Bila mampu berubah jadi burung, aku ingin menjadi burung dara laut arktik. Jenis ini mendapat rekor migrasi terjauh di antara semua jenis burung. Mereka mampu melangsungkan perjalanan migrasi sejauh tujuh puluh ribu kilometer pertahun. Hampir lima kali jarak dari kota ini ke New York di Amerika Serikat. Aku suka perjalanan jauh. Aku ingin melakukan perjalanan jauh. Aku ingin mengeksplor tempat-tempat yang belum pernah kuketahui sebelumnya. Dara laut arktik terbang migrasi dari daerah Kutub Utara menuju Kutub Selatan. Keduanya dingin. Aku suka dingin.
Ada berbagai alasan mengapa burung terbang untuk bermigrasi. Dara laut arktik sendiri pergi ke Kutub Selatan untuk mencari sumber makanan. Ada pula burung yang migrasi untuk mencari iklim yang lebih bersahabat, mencari pacangan, menghindar dari predator, atau dalam kasusku yaitu meninggalkan habitat yang sudah rusak. Hancur lebur lebih tepatnya.
Sebelah kakiku sudah naik ke atas railing balkon. Sekilas aku memandang ke arah bawah dan mendapati segala macam kemuraman di sana. Pandanganku beralih saat mendengar kicauan seekor burung yang terbang tepat di hadapanku. Aku ingin ikut dengan burung itu. Kunaikkan lagi kaki sebelahnya. Burung itu terbang semakin jauh. Aku harus segera menyusulnya. Kulepaskan genggaman tanganku dari besi pembatas. Aku berhasil terbang. Dari lantai dua puluh dua bermigrasi menuju tempat yang jauh. Jauh sekali.
*****
Burung burung apa yang-
Komentar
Posting Komentar