Serotonin
Kisah ini bermula dari sekitar seminggu lalu kala Dito yang dalam posisi berbaring dekat ranjang empuk menatap langit-langit kamarnya seraya bermenung perihal banyak perkara: kehidupan orang dewasa yang repetitif hingga terasa membosankan, tagihan beserta cicilan yang pasti mampir setiap bulan, kekhawatiran akan capaian membanggakan yang tak kunjung tampak menjelang usia kepala tiga, sampai kawan yang seiring waktu semakin berkurang jumlahnya. Dia lantas bandingkan semua itu dengan apa-apa saja yang mampu diingat semasanya kecil, segaris masa di mana hidup berjalan begitu mudah, suasana senantiasa cerah, tanpa adanya beban pikiran yang membuat gundah. Atas dasar demikian semesta tak miliki alasan untuk tak dikatakan indah.
Hipokampus milik Dito memanggil kembali memori-memori lampau yang menolak untuk mati kedinginan. Raganya bagai tersedot ke dalam lorong waktu menuju destinasi yang sudah sekian lama dirinya tak sambangi. Pun jiwanya seketika dihuni bermacam jenis perasaan di waktu bersamaan. Satu demi satu momen mulai berbaris dalam pikirannya, hampir seluruhnya merupakan kisah-kisah bahagia. Perlahan namun pasti dirinya hanyut dalam gulungan ombak bernama nostalgia hingga menimbulkan adrenalin yang luar biasa dalam bentuk euforia. Tanpa sadar muncul sunggingan senyum tipis pada bibirnya. Salah satu wisata masa lalu yang muncul awal-awal dalam benaknya yaitu ketika suatu sore dirinya yang masih duduk di bangku SD bermain playstation bersama kawan-kawan sekolahnya di sebuah kios rental.
Kala itu Mortal Kombat menjadi judul permainan yang sangat digandrungi oleh para penyewa. Dito dikaruniai kemampuan di atas rata-rata dalam bermain permainan aksi laga tersebut. Dia hampir tak terkalahkan. Kawan sepermainan hampir tak ada yang bisa mendominasi atas dirinya. Kalaupun ada yang berhasil mencuri kemenangan barang satu dua ronde, akan segera dibalas tuntas pada ronde berikutnya. Reputasinya sebagai "dewa mortal kombat" mulai terbangun di lingkungan sekitar. Dia telah menjadi maharaja tanpa tanding dalam permainan tersebut. Kala itu dia teramat gembira sebab akhirnya mendapatkan judul permainan di mana dirinya menjadi yang terdepan. Setelah pada judul-judul sebelumnya macam Nascar Rumble Racing, Dynasty Warriors, Winning Eleven, dan Smack Down kemampuannya pas-pasan. Tentu masih banyak kisah masa kecil bernuansa bahagia lain yang melintas di hadapannya. Kisah-kisah yang mempertegas bahwa masa silamnya jauh lebih berwarna dibanding masa kini. Sudut pandangnya menilai masa yang dijalaninya kini hanya menyisakan kemuraman.
Dalam sepersekian detik timbul keinginan Dito untuk membeli sebuah playstation dengan harapan bisa mengulang masa-masa indah dan mendapatkan kembali kebahagiaan. Tentu dengan penghasilannya yang pantas sekarang ini dia dapat membeli konsol game tersebut, bahkan untuk generasi terbaru sekalipun. Namun alih-alih membeli PS5 yang memiliki grafis serta audio termutakhir, sepulang kerja tadi dia mampir ke toko konsol permainan lalu membawa pulang PS2 yang merupakan konsol yang sama seperti yang dia mainkan sore itu. Tak lupa dia membeli judul permainan yang sama pula.
Satu jam lalu Dito memulai petualangan memainkan Mortal Kombat di PS2 miliknya. Namun baru berlangsung tiga puluh menit dia sudah merasa bosan bukan kepalang. Jemarinya hanya menekan setiap tombol dan memutar analog pada stik tanpa sadar. Matanya menatap kosong ke layar televisi yang menampilkan perkelahian antara jagoan pilihannya dengan komputer sementara pikirannya entah berada di mana. Tak ada sedikitpun kebahagiaan seperti sore itu. Di situlah Dito menyadari kenaifan dirinya. Bahwa momen kebahagiaan masa kecil dalam hal bermain hanya mampu dikenang tanpa mampu diulang. Segalanya tidak akan pernah terasa sama seperti dulu.
Sekarang dia mengerti bahwa yang membuatnya senang kala itu bukan sebab sangat mahir bermain Mortal Kombat. Bahagianya bersumber dari saling bercanda dalam bentuk mencela dengan kawannya ketika bermain, lantas tensi tinggi sebab emosi, lalu reda lagi sebab hadirnya Granita dan Pilus untuk mereka makan bersama sambil bercerita. Kini hanya ada dirinya seorang dengan kontroler satu lagi dibiarkan menganggur. Dahulu dia bisa bermain tanpa segala beban pikiran yang menghantui. Kini banyak perkara berkecamuk dalam kepala mulai dari hal remeh temeh sampai teramat serius, yang membuatnya tak mampu fokus ke permainan. Dahulu suasananya ramai dan senantiasa menyenangkan, lengkap dengan mentari senja yang membubuhkan kehangatan. Kini hanya ada sepi dan kemuraman, lengkap dengan gelapnya langit malam dan dinginnya penyejuk ruangan yang menikam raga dari berbagai sisi.
Kini Dito menatap langit-langit kamarnya seraya bermenung perihal banyak perkara: kehidupan orang dewasa yang repetitif hingga terasa membosankan, tagihan beserta cicilan yang pasti mampir setiap bulan, kekhawatiran akan capaian membanggakan yang tak kunjung tampak menjelang usia kepala tiga, kawan yang seiring waktu semakin berkurang jumlahnya, sampai kegagalannya dalam memusnahkan kemuraman serta menumbuhkan kebahagiaan dalam dirinya.
Komentar
Posting Komentar