Review Minimarket yang Merepotkan: Perjalanan Menemukan Ingatan yang Hilang

 


Sinopsis

Minimarket yang Merepotkan karya Kim Ho-Yeon bercerita mengenai Nyonya Yeom Yeongsuk sang pemilik salah satu cabang minimarket Always yang kehilangan pouch yang isinya dompet beserta duit di dalamnya, buku tabungan, buku catatan, dan barang-barang penting lain pas beliau lagi di dalam kereta menuju Busan. Waktu lagi panik beliau dapet telepon dari nomor tidak dikenal. Orang yang nelepon di sana bilang kalo dia nemuin pouch punya Nyonya Yeom. Sang pemilik pouch langsung putar balik naik kereta menuju Stasiun Seoul buat nemuin penemu tas kantong itu. Seorang pria yang ternyata gelandangan di Stasiun Seoul dan mengaku bernama Dokgo balikin pouch ke tuannya. Nyonya Yeom membawa Dokgo ke minimarket miliknya lalu ngasih paket nasi dan minuman ke orang yang menyelamatkan dompetnya. Nyonya Yeom coba cari tahu latar belakang Dokgo, tapi ternyata dia mengidap demensia (pikun) akibat terlalu sering minum alkohol. Melihat Dokgo yang tulus dan jujur dalam bertindak, bikin Nyonya Yeom ngasih pekerjaan part-time jaga minimarket yang kebetulan baru kehilangan salah satu karyawan. Dari sinilah Dokgo bertemu dengan banyak orang, baik karyawan part-time lain maupun para pembeli. Berbagai pertemuan itu bikin ingatan demi ingatan masa lalu Dokgo muncul kembali. Siapa sebenarnya Dokgo? Kenapa dia jadi gelandangan di Stasiun Seoul? Gimana kehidupan dia sebelum jadi gelandangan?


Satu Kata: Heartwarming

Novel dari negeri gingseng ini punya cerita yang relatable ke banyak orang. Soalnya di sini tuh bukan cuma mengangkat cerita hubungan antarmanusia Bos dengan Karyawan atau Penjual dengan Pembeli di minimarket, tapi juga antara ibu dengan anak, suami dengan istri dan anak-anak, dan seseorang dengan rekan kerjanya. Gue suka sama semua topik masalah yang dialami tiap-tiap karakternya soalnya kerasa banget latar Korea Selatan-nya. Ditipu sama rekan bisnis lah, Tekanan keluarga dan sosial soal pekerjaan lah, nelantarin anak lah, sampai toxic beauty pun ada di sini. Narasi dan dialog yang ada berhasil nyeritain masalah sama penyelesaiannya dengan ringan, manis, dan hangat. Ngebayangin Dokgo jaga minimarket malem-malem di musim dingin terus ketemu pelanggan dan saling berbagi kisah untuk akhirnya saling menguatkan sih bikin gue senang dan nyaman pas ngebacanya. Gue sih nggak heran kalo ada orang yang jadiin buku ini sebagai comfort booknya dia.


Hasil terjemahan dari para tim penerjemah buku ini pantas gue acungin jempol. Bahasanya nggak terlalu kaku jadi bikin suasana cerita tetap hidup sama penjelasan tiap istilah Korea yang dipakai cukup baik sehingga sedikit banyak mengedukasi para pembaca. Melalui dua elemen itu bikin pengalaman baca buku ini jadi menyenangkan.


Terlalu Preachy 

Nggak tahu kenapa cerita di buku ini kayak lagi dengerin seseorang bersahaja yang lagi berkhotbah mengenai penerapan nilai sikap bijak dalam kehidupan ini. Buku ini terkesan kayak ceramah dengan semua dialog panjang antarkarakter yang dijejalin penuh sama pesan moral dan makna baik kehidupan manusia yang menurut gue beberapa di antaranya agak dipaksakan buat masuk di dialog. Bahkan beberapa masalah di buku ini langsung beres sama dialog panjang. Buat lo yang suka sama dialog panjang yang isinya bijak sebijak-bijaknya orang bijak mungkin bakal suka sama buku ini. Tapi kayak yang gue bilang, buku ini terkesan kayak ceramah yang menggurui para audiens. Menurut gue bakal lebih bagus berbagai masalah dalam buku ini selesai dengan lebih menyorot ke aksi nyata yang dilakuin sama para karakternya, bukan dari dialog panjang. Buku ini punya cerita penyelesaian yang hangat, tapi cara penulis menyelesaikan masalah tiap karakternya yang tidak hangat.


Buku yang berisi delapan bab ini punya sudut pandang menyorot karakter yang beda-beda tiap babnya. Mulai dari Nyonya Yeom, Karyawan Sihyun, Karyawan Seonsuk, Sales Alat Medis, Penulis Naskah Teater, Anak laki-laki Nyonya Yeom, Detektif Kwak, bahkan Dokgo. Khusus bab terakhir, point of view yang disajikan langsung dari sudut pandang orang pertama yaitu Dokgo. Sementara bab lainnya ngambil sudut pandang orang ketiga yang fokus menyorot satu karakter tertentu. Tentu ini bagus biar fokus cerita nggak di satu orang aja. Tapi gue agak sedikit janggal soal persamaan gaya cerita sudut pandang orang ketiga sama sudut pandang Dokgo. Kalo sudut pandangnya beda, harusnya gaya penulisan kayak pemilihan diksi, penyusunan kata-kata jadi sebuah kalimat, cara pandang dalam melihat sesuatu itu nggak boleh sama atau mirip. Tapi yang gue lihat di sini nyaris nggak ada perbedaan POV orang ketiga sama POV Dokgo. Jadinya kelihatan kedua sudut pandang ini sebenernya ditulis oleh satu sudut pandang. Agak kureng berguna bikin sudut pandang banyak kalo gaya berceritanya sama.





Akhir Cerita yang Kurang Nampol

Cerita dari awal sampai menuju akhir dikemas dengan baik dari babak latar belakang konflik, puncak konflik, sampai konklusi yang akhirnya diterapin buat selesain masalah antarkarakternya. Tapi di bagian akhir–tepatnya di bagian penyelesaian masalah yang dialamin Dokgo–tidak bisa diselesain sampai habis. Akhir cerita dibiarin gitu saja tanpa ada akhir yang jelas buat Dokgo. Gue nggak bilang ini sebagai kekurangan atau kelebihan. Mungkin kayak beginilah penulis ingin mengakhiri cerita dan sah-sah aja memang. Tapi, ya, rasanya jadi kurang nampol di ending.


Minimarket yang Merepotkan pada akhirnya jadi buku yang kasih pesan ke kita semua gimana caranya menjalin hubungan antarmanusia yang baik, caranya memperbaiki hubungan antarmanusia yang kurang baik, sampai caranya memanusiakan manusia dan numbuhin sikap kemanusiaan. Habis baca buku ini, gue jadi keinget sama salah satu potongan lirik lagu JKT48 yang bunyinya:


Hubungan antarmanusia memang merepotkan

Tapi kita tak bisa hidup sendiri


Hubungan antarmanusia memang merepotkan seperti minimarket Always yang dimiliki Nyonya Yeom. Tapi hubungan antarmanusia yang dirajut dengan baik tentu bisa mengubah kerepotan jadi sebuah kehangatan dan kenyamanan. Sampai sini dulu review-nya, gue baru sadar kalo pasta gigi di rumah gue habis. Sekarang gue harus pergi ke minimarket, tentu bukan ke minimarket yang merepotkan^^

Komentar

Paling banyak dilihat